Header Ads

Sejarah Pidana Penjara

Sejarah Pidana Penjara
Sejarah Pidana Penjara, Menurut Keputusan lama sampai pada modifikasi hukum Perancis yang dibuat pada tahun 1670 belum dikenal pidana penjara, terkecuali dalam arti tindakan penyanderaan dengan penebusan uang atau penggantian hukuman mati sebelum ditentukan keringanan hukuman dengan cara lain. Di Inggris sesudah Abad Pertengahan (kurang lebih tahun 1200-1400) dikenal hukuman kurungan gereja dalam sel (cell), dan pidana penjara bentuk kuno di Bridwedell (pertengahan abad ke-16) yang dilanjutkan dengan bentuk pidana penjara untuk bekerja menurut Act of 1576 dan Act of 1609 dan pidana penjara untuk dikurung menurut ketentuan Act of 1711.

Dalam hal ini Howard Jones menerangkan, bahwa sejak jaman Raja Mesir pada tahun 2.000 Sebelum Masehi (SM) dikenal pidana penjara dalam arti penahanan selama menunggu pengadilan, dan ada kalanya sebagai penahanan untuk keperluan lain menurut Hukum Romawi dari Jaman Justianus abad 5 SM.

Di sekitar abad ke-16 di Inggris terdapat pidana penjara dalam arti tindakan untuk melatih bekerja di Bridewell yang terkenal dengan nama Thriftless Poor bertempat di bekas istana Raja Edward VI tahun 1522. Kemudian setelah dikeluarkan Act of 1630 dan Act of 170 dikenal institusi Pidana penjara yang narapidananya dibina The House of Correction.

Kesimpulan sementara dari catatan sejarah pertumbuhan pidana yang dikenakan pada badan orang dapat diperoleh gambaran, bahwa pidana penjara diperkirakan dalam tahun-tahun permulaan abad ke-18 mulai tumbuh sebagai pidana baru yang berbentuk membatasi kebebasan bergerak, merampas kemerdekaan, menghilangkan kemerdekaan yang hams dirasakan sebagai derita selama menjalani pidana penjara bagi narapidana. Batasan arti pidana ini kemudian dikembangkan oleh para ahli (Bambang Poernomo, 1986:40, 41).

Persoalan tentang bagaimana caranya pidana penjara tersebut dijalankan, maka hal ini terutama menyangkut masalah stelsel dari pidana penjara.

Pertama-tama adalah stelsel sel. Stelsel sel pertama kali dilakukan di kota Philadelphia, di negara bagian Pensylvania Amerika Serikat. Karena itulah dinamakan Stelsel Pensylvania. Sel adalah kamar kecil untuk seorang. Jadi orang-orang terpenjara dipisahkan satu sama lain untuk menghindarkan penularan pengaruh jahat.
Kedua adalah Auburn Stelsel. Stelsel ini pun pertama kali dijalankan di Auburn (New York), karena itu maka dinamakan Stelsel Auburn. Memang sistem stelsel sel ini menimbulkan kesukaran-kesukaran, terutama dalam hal pemberian pekerjaan. Kebanyakan pekerjaan kerajinan hanya dapat dilaksanakan dalam bengkel-bengkel yang besar dengan tenaga-tenaga berpuluh-puluh orang bersama-sama. Karena pemberian pekerjaan dianggap salah satu daya upaya untuk memperbaiki akhlak terhukum, maka timbullah sistem campuran, yaitu:
a. pada waktu malam ditutup sendirian,
b. pada waktu siang bekerja bersama-sama.

Pada waktu bekerja mereka dilarang bercakap-cakap mengenai hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Oleh karenanya maka sistem ini dinamakan pula “silent system”.

Ketiga, Stelsel Progressif yang timbul pada pertengahan abad ke-19 di Inggris, stelsel ini hampir sama dengan stelsel yang baru dibicarakan di atas, tetapi caranya yang lain, maka haruslah dikatakan sebagai suatu stelsel yang baru. Salah satu dari pokok pikirannya adalah supaya peralihan dari kemerdekaan kepada pidana penjara itu dirasakan betul-betul oleh terhukum, dan sebaliknya peralihan dari pidana penjara kepada pembebasan diadakan secara berangsur-angsur, sehingga terhukum dipersiapkan untuk mampu hidup dengan baik dalam masyarakat. Karena itulah maka menurut stelsel ini pidana penjara itu dimulai dengan suatu periode di kurung dalam sel selama beberapa bulan. Periode ini disusul oleh suatu periode bekerja bersama-sama di siang hari. Selama periode kedua ini tehukum dapat melalui beberapa tingkatan, berangsur-angsur semakin baik. Kemajuannya dalam tingkatan-tingkatan itu didapatnya dengan memperbaiki kelakuannya pula. Pada akhirnya dia bisa sampai dilepas dengan syarat.

Keadaan dalam penjara-penjara dengan mengikuti Sistem Pensylvania dan Auburn itu tidak memuaskan. Keadaan yang tidak memuasakan ini merupakan dorongan akan terjadinya sistem baru di atas.

Di Inggris orang lalu berusaha untuk menghubungkan jurang antara sel dan bersama-sama dengan mengadakan sistem progressif tersebut. Kalau sebelumnya pidana sel adalah satu-satunya bentuk pelaksanaan dari pidana penjara, sekarang dia menjadi dasar dari sistem progressif. Urut-urutannya menjadi Sel – bersama-sama – lepas dengan bersyarat. Di dalamnya masih terdapat stelsel kelas, yang dibagi menjadi lima kelas, dan semuanya terikat pada “Marksysteem” (Roeslan Saleh, 1983: 40, 41).

Di samping di dalam kepustakaan hukum pidana yang menyangkut sistem penjara (gevangenisstelsel) terdapat sistem Irlandia, berasal dari Mark system yang diketemukan oleh Kolonel Angkatan Laut Inggris Maconohie pada waktu perwira tersebut menjadi pimpinan penjara (koloni perang yang terhukum) di pulau Nortfolk yang letaknya 1000 mil laut dari pantai Australia. Kemudian sesudah mengalami perubahan kecil, “mark system” ini terkenal dengan nama Sistem Irlandia (Irish system). Sistem Irlandia tersebut bersifat progresif, yaitu pada permulaan dijalani makapidana penjara itu dijalankan secara keras. Tetapi kemudian, sesudah kelihatan bahwa terpidana berkelakuan baik, maka secara berangsur-angsur dijalankannya Pidana penjara lebih diringankan. Maksudnya ialah “melatih” si terpidana rnenjadi seorang warga masyarakat yang baik. Mark System dan Sistem Irlandia ini melahirkan “the Rise of the Reformatory”.

Sesuai dengan usaha reformasi (perbaikan dari si terpidana) itu maka pidana penjara menurut sistem Irlandia tersebut dijalani melalui tiga tingkatan, yaitu:
a. Tingkatan pertama (probation), si terpidana diasingkan dalam sel malam dan siang hari selama delapan atau sembilan bulan atau satu tahun. Lamanya pengasingan di sel itu tergantung kepada kelakuan si terhukum.
b. Tingkatan kedua (public work prison), si terhukum dipindahkan kesatu penjara lain dan penjara lain itu ia diwajibkan bekerja bersama-sama dengan si terhukum lainnya. Biasanya si tehukum di dalam penjara dibagi dalam empat kelas. Si terhukum untuk pertama kali menjalani pidananya ditempatkan pada kelas terendah dan secara berangsur-angsur dipindahklan ke dalam kelas yang lebih tinggi sesudah ia memperoleh beberapa perlakuan yang lebih baik dikarenakan perbuatannya patut mendapat imbalan yang setimpal, dengan menggunakan sistem sesuai denga “mark system”.
c. Tingkatan ketiga (Ticket of leave), si terhukum dibebaskan dengan perjanjian dari kewajibannya untuk menjalani dari sisa waktu lamanya pidana. la diberi satu “ticket of leave”, tetapi selama masa sisa waktu lamanya pidananya itu ia masih di bawah pengawasan.

Sistem Elmira, merupakan sistem stelsel kepenjaraan, yang lahirnya sangat dipengaruhi oleh system Irlandia yang ada di Irlandia dan di Inggris. Pada tahun 1876 di kota Elmira, di negara bagian Amerika Serikat New York, didirikan sebuah penjara bagi orang-orang terpidana yang umurnya tidak lebih dari 30 tahun. Penjara ini diberi nama reformatory, yaitu tempat untuk memperbaiki orang, menjadikannya kembali menjadi seorang warga masyarakat yang berguna. Sistem penjara di Elmira pada prinsipnya pidana penjara dijalankan melalui tiga tingkatan, tetapi dengan titik berat yang lebih besar lagi pada usaha untuk memperbaiki si terhukum tersebut. Kepada si terhukum diberikan pengajaran, pendidikan dan pekerjaan yang bermanfaat bagi masyarakat. Sebagai akibat diadakannya sistem tersebut, maka kemudian dalam keputusan hakim pidana tidak lagi ditentukan lamanya pidana penjara yang bersangkutan. Lamanya terpidana di dalam penjara sampai kepadanya diberikan “parole”, semata-mata tergantung pada tingkah laku si terhukum itu sendiri di dalam penjara. Sistem Elmira tidak hanya dikenal secara luas di Amerika Serikat, Akan tetapi juga dikenal di Eropa Barat. Pada tahun 1902 didirikan satu “reformatory” di kota Borstal, yaitu suatu kota kecil yang letaknya dekat dengan kota London. Sitem yang diterapkan dipenjara Borstal adalah sebagai berikut :

Lamanya pidana penjara ditetapkan oleh pengadilan, akan tetapi Menteri Kehakiman diberi wewenang untuk melepaskan dengan perjanjian kepada si terhukum. Misalnya si terhukum dipidana selama tiga tahun, Menteri Kehakiman dapat mempunyai wewenang untuk melepaskan si terhukum apabila ia telah menjalani pidana selama enam bulan, dengan suatu perjanjian, yaitu selama masa sisa pidana yang belum dijalani oleh si terhukum tidak perlu dijalani akan tetapi si terhukum ditempatkan di bawah pengawasan khusus. Selama masih di bawah pengawasan tersebut, masih terdapat kemungkinan si terhukum diwajibkan menjalani sisa pidana, apabila ternyata bahwa perjanjian yang menjadi syarat lepas tidak dipenuhi. Perbedaan antara sistem Elmira dengan Sistem Borstal, yaitu pada sistem Elmira pengadilan tidak lagi menetapkan lamanya pidana penjara yang bersangkutan, sedangkan dalam sistem Borstal pengadilan masih tetap menentukan lamanya pidana penjara yang bersangkutan. Akan tetapi di dalam praktek antara kedua sistem tersebut hasilnya sama. Sistem Borstal ini kemudian meluas di beberapa negara Eropa Barat. Sistem Borstal ini diterapkan pula di penjara khusus anak-anak di Tangerang yang didirikan pada tahun 1927.

Sistem selanjutnya adalah Sistem Osborne, yang pertama kali diketemukan oleh Thomas Mott Osborne, dua kali menjadi walikota Au¬burn dan kemudian direktur penjara yang terkenal Sing-sing di Negara Bagian Amerika Serikat New York. Sistem ini memperkenalkan sistem “self government” terhadap para napi di dalam penjara dengan diawasi oleh mandor-mandor atau pengawas yang diangkat dari para narapidana sendiri, dalam melakukan pekerjaan baik di dalam penjara maupun di luar penjara. (Utrecht, 1965: 277 dan seterusnya).

Pidana pencabutan kemerdekaan yang terdiri dari pidana penjara dan Pidana kurungan dilaksanakan di dalam penjara. Di antara para ahli hukum kebanyakan berpendapat bahwa pidana pencabutan kemerdekaan bukan berasal dari pandangan hidup borjuis liberalis-individualis. Telah diutarakan dalam buku “Politik Penjara Nasional” bahwa pidana hilang kemerdekaan adalah berasal dari pandangan hiduptersebutdi atas, jugadapatdibuktikan dalam sejarah pertumbuhan seperti dapat dibaca dalam buku “Politik Penjara” kedua-duanya karangan Mr. R.A. Koesnoen dan dapat pula ditemukan dalam buku-buku asing tentang kepenjaraan yang semuanya akan membuktikan bahwa pidana hilang kemerdekaan adalah berasal dari pandangan hidup tersebut. Di samping bahwa pidana pencabutan kemerdekaan berasal dari pandangan hidup liberalisme dipandang dari sudut politik kriminal sangat buruk hasilnya.

Bagaimana buruk hasilnya tersebut dijelaskan dalam buku “Politik Penjara Nasional” dan memang tidak satu bukupun di dunia ini yang pernah menerangkan bahwa sistem politik kriminal yang dijalankan dalam penjara adalah baik. Maka menjadi persoalan bagi kita bersama dalam menyusun sistem pidana di Indonesia sekarang yang berdasarkan Pancasila dan hendak mencapai masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

Untuk menambah bahan penelitian tentang hidup kepenjaraan terutama di Indonesia di bawah ini akan disajikan hasil penelitian Prof. Notosoesanto, SH, yang dilakukan sewaktu beliau menjabat sebagai kepala Jawatan Kepenjaraan. Dalam uraian tersebut sejarah pertumbuhan kepenjaraan di Indonesia dibagi dalam tiga zaman:
1. Zaman Purbakala, Hindu dan Islam,
2. Zaman Kompeni Belanda,
3. Zaman Pemerintahan Hindia Belanda.

1. Zaman Purbakala, Hindu dan Islam
Dalam zaman itu belum ada pidana hilang kemerdekaan, jadi belum ada penjara. Ada juga orang-orang yang ditahan dalam suatu rumah atau ruang buat sementara waktu, akan tetapi belum dapat dikatakan sebagai pidana penjara, sebab orang-orang itu hanya ditahan untuk menunggu pemeriksaan dan keputusan hakim atau menunggu dilaksanakannya pidana mati atau pidana badan.

2. Zaman Kompeni Belanda
Dalam sejarah urusan penjara terkenal nama “Spinhuis” dan “Rasphuis”. Yang pertama merupakan rumah tahanan bagi para wanita tidak susila pemalas kerja, peminum untuk diperbaiki dan diberi pekerjaan meraut kayu untuk dijadikan bahan cat. Cara penampungan yang demikian itu dengan maksud untuk memperbaiki para penghuninya dengan jalan pendidikan agama dan memberikan pekerjaan, kemudian menjadi contoh bagi penjara-penjara yang menjalankan pidana hilang kemerdekaan. Lain sekali keadaannya mengenai rumah-rumah tahanan yang demikian oleh Bangsa Belanda di Batavia pada zaman Kompeni.

Rumah tahanan ada tiga macam :
1. Bui (1602) tempatnya dibatas pemerintahan kota,
2. Kettingkwartier, merupakan tempat buat orang-orang perantaian,
3. Vrouwentuchthuis adalah tempat menampung orang-orang perempuan Bangsa Belanda yang karena melanggar kesusilaan (overspel).

3. Zaman Pemerintahan Hindia Belanda
a) Tahun 1800 – 1816
Keadaannya tidak berbeda dengan zaman Kompeni, bui merupakan kamar kecil seperti kandang binatang. Perbaikan mulai dilakukan pada zaman Inggris/Raffles segera mencoba memperbaiki keadaan yang terlalu itu dan memerintahkan supaya di tiap-tiap tempat yang ada pengadilannya didirikan bui (Andi Hamzah, 1993: 109).
b) Pada tahun 1819
Sesudah pemerintah kembali pada Belanda usaha Raffles diulangi oleh Pemerintah Belanda.
Orang-orang dibagi:
1. Orang-orang yang dipidana kerja paksa dengan memakai rantai.
2. Orang-orang yang dipidana kerja paksa biasa dengan mendapat upah.
c) Tahun 1854 – 1870
Pada tahun 1856 diumumkan suatu pemberitahuan tentang keadaan rumah-rumah penjara di Hindia Belanda yang ditulis oleh Pokrol Jenderal Mr. A.J. Swart. Pemberitahuan ini berisi keterangan-keterangan tentang ketertiban, makanan, pakaian, kesehatan, keadaan tempat-tempat terpenjara bekerja serta macam pekerjaan mereka.
– Ketertiban, makanan, pakaian, kesehatan terpenjara golongan Eropa baik.
– Orang-orang kerja golongan Indonesia, baik.
Kesehatan kerja golongan Indonesia cukup. Keadaan penjara dan Kettingkwartien umumnya kurang baik, kebanyakan penjara terlalu penuh dan tidak ada pemindahan menurut kesalahannya. Pemberitaan Mr. A.J. Swart tersebut pada tahun 1861 disusul oleh pemberitaan Pokrol Jenderal Mr. A.W. Rappard. Pemberitaan ini berbeda Mr. A.W. Rappard tidak begitu gembira dengan keadaan penjara di waktu itu. Keadaan penjara dan Kettingkwatier umumnya tidak mencukupi dalam segala-galanya, kurang ruang, penerangan, udara kurang suara, lebih-lebih Kettingkwatier bagi golongan Indonesia.
Mr. Rappard menyesalkan terpenjara golongan Eropa tidak diberi pekerjaan, mereka hidup bermalas-malasan dalam penjara. Pemberitaan Mr. A.J. Swart dan Mr. A.W Rappard menimbulkan kritik Parlemen Nederland. Sebelum ada kritik tersebut, Gubernur Jenderal Sloet van de Beele pada tahun 1865 sudah memerintahkan Residen Rioew untuk meninjau penjara di Singapore supaya dapat dipergunakan sebagai contoh untuk memperbaiki penjara-penjara di Hindia Belanda.
d) Tahun 1870 – 1905
Hasil penyelidikan Residen Riouw ini tidak segera membawa perbaikan keadaan penjara. Mula-mula hanya menyebabkan perang nota belaka, tetapi akhirnya melahirkan peraturan untuk penjara-penjara di Hindia Belanda, yang dimuatdalam Stbl. 1871 No. 78 (Tucht Reglemenvan 1871). Peraturan ini dirancang oleh Departemen Justisi yang baru didirikan pada tahun 1870 dan diserahkan urusan penjara yang sebelumnya diurus oleh Pokrol jenderal.
Peraturan ini memerintahkan supaya dipisah-pisahkan:
a. Golongan Indonesia dengan Golongan Eropa.
b. Perempuan dengan laki-laki
c. Terpidana berat dengan terpidana lain-lainya.
Tiap penjara harus mengadakan daftar catatan orang-orang yang ada dalam penjara dan dibagi dalam beberapa bagian menurut adanya golongan terpenjara. Kepala penjara dilarang memasukkan atau mengurung orang jika tidak ada alasan yang sah.
e) Tahun 1905 – 1918
Perubahan besar dalam urusan penjara dan perbaikan keadaan penjara baru dimulai pada tahun 1905. Beberapa penjara baru dimulai pada tahun 1905. Beberapa penjara yang luas dan sehat mulai didirikan, pegawai-pegawai yang cakap diangkat. Di penjara Glodog diadakan percobaan dengan cara memberikan pekerjaan dalam lingkungan pagar tembok penjara kepada beberapa narapidana kerja paksa. Sehubungan dengan percobaan ini maka Stbl. 1871 No. 78 mendapat perubahan dan tambahan sedikit. Dalam jangka waktu tahun 1905 sampai 1918 didirikan penjara-penjara untuk dijadikan contoh Central Gevangenis. Penjara-penjara pusat biasanya sangat besar, untuk kira-kira 700 orang terpenjara, merupakan gabungan Huis van Bewaring (rumah penjara pidana berat), yang sukar untuk rnengurusnya karena masing-masing golongan menghendaki cara perlakuan yang khusus.
f) Tahun 1918 – 1942
Masa ini mulai berlakunya “Reglemen Penjara Baru” (Cestichten Reglement) stbl. 1917 No. 708, yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918 berdasarkan Pasal 29 WvS. Dalam masa ini pemerintah tidak berusaha mengadakan penjara-penjara pusat, akan tetapi mengadakan penjara-penjara istimewa untuk beberapa golongan terpenjara. Usaha untuk memperbaiki kepenjaraan di tengah-tengah mendapat gangguan yang tidak kecil, karena timbulnya Perang Dunia I. Pada tahun 1919 di Jatinegara diadakan sebuah penjara istimewa, untuk orang dipidana penjara seumur hidup dan narapidana nakal. Pada tahun 1925 di Tanah Tinggi dekat Tanggerang didirikan sebuah penjara untuk anak-anak di bavvah umur 20 tahun. Tahun 1925 di Batavia dan di Surabaya diadakan “Clearing House” untuk mengumpulkan narapidana yang mendapat pidana lebih dari satu tahun untuk diselidiki dipilih lalu dikirim ke penjara lain sesuai dengan jiwa. watak dan kebutuhan narapidana terutama lapangan pekerjaan dalam penjara. Pada tahun 1925 di Penjara Cipinang dicoba mengadakan tempat tidur yang terpisah untuk narapidana, yang disebut “chambrela” yaitu krangkengan yang berupa sangkar Negara yang dibuat dari jeruji besi dan tiap-tiap kerangkeng untuk satu orang dengan maksud untuk mencegah perbuatan cabul. Dalam Stbl. 1927 jumlah penjara anak-anak ditambah dua buah lagi, yaitu Ambarawa dan Pamekasan.
Tahun 1930.
1. Mengubah pembagian narapidana laki-laki yang mendapat pidana lebih dari 1 tahun dalam 2 golongan, sesudah diselidiki lebih dulu di Clearing-house di Surabaya dan Glodog yaitu:
a. golongan yang dipandang sudah untuk di didik baik.
b. golongan yang dipandang sukar untuk di didik baik.
2. Mengadakan bagian semacam reformatory seperti di Elmira di Penjara Malang, Madiun dan Sukamiskin, untuk golongan tersebut di atas.
3. Mengadakan psychopaten di Glodog.
4. Mengadakan sistem cellulaire (yang juga disebut sistem diam (silent System) pada siang hari bekerja bersama, sedangkan pada malam hari tidur di sel sendiri-sendiri. Terdapat di Pamekasan, Sukamiskin dan Tanah Tinggi (Andi Hamzah, 1993: 110).
5. Penjara untuk golongan Eropa di Semarang dipindah ke Sukamiskin.
6. Kursus-kursus untuk pegawai kepenjaraan.
7. Mengangkat seorang pegawai reklasering.
8. Mandiri dana reklasering.

Tahun 1931 (Penjara yang mempunyai kedudukan khusus):
1. penjara Sukamiskin dijadikan penjara istimewa untuk semua golongan yang terpenjara dan berkedudukan dalam masyarakat (Bangsa Eropa dan Intelektual).
2. Penjara Sukamiskin diberi percetakan.
3. Di Penjara Cipinang dilanjutkan percobaan dengan chambretta (Juga Khusus untuk terpidana Kelas I).
4. Bagian-bagian untuk orang-orang Komunis di penjara Padang dan Glodog (khusus orang terpidana psychopaten) dihapuskan dan dipindah ke Pamekasan.
5. Penjara untuk anak-anak di Pamekasan dihapuskan dan digunakan untuk orang-orang yang dituduh komunis dan penjara anak-anak ke Banyubiru dan Tangerang.
6. Mengadakan percobaan dengan ploeg-stukloon system (7 atau 8 orang bekerja bersama-sama dengan mendapat upah) (Andi Hamzah dan Siti Rahayu, 1983: 76 dan seterusnya).
7. Penjara Khusus wanita di Bulu Semarang (Andi Hamzah, 1993: 110).
- See more at: http://berilmu.net/sejarah-pidana-penjara#sthash.ht0F2qam.dpuf

1 comment:

  1. If you'd like an alternative to casually flirting with girls and trying to find out the right thing to say...

    If you would prefer to have women chase YOU, instead of spending your nights prowling around in crowded bars and night clubs...

    Then I urge you to watch this short video to uncover a shocking secret that has the power to get you your personal harem of beautiful women just 24 hours from now:

    Facebook Seduction System...

    ReplyDelete

Powered by Blogger.